Dikotomi Capres Jawa dan Non-Jawa Memicu Disintegrasi Bangsa

Dikotomi Capres Jawa dan Non-Jawa Memicu Disintegrasi Bangsa

RMOL. Indonesia dibangun di atas keragaman dan kemajemukan. Karena itu, selain tidak relevan, pola pikir dikotomik Jawa dan Non-Jawa untuk Capres 2014 bisa membahayakan dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kalau masih ada yang berpikir Jawa dan non-Jawa, itu sangat berbahaya dan bisa memicu disintegrasi. Pemikiran seperti itu juga bisa mencederai bhineka tunggal ika, rasa satu nusa satu bangsa dan persatuan nasional,” kata pengamat politik John Palinggi beberapa saat lalu (Kamis, 13/2).

John mengatakan, isu kesukuan, agama maupun etnis tidak boleh berkembang di Indonesia. Karena itu, sangat bertentangan dengan UU Pemilu. Saat ini, lanjut dia, masyarakat juga sudah melihat faktor lain di luar isu sektarian, berupa kredibilitas serta kapabilitas capres sesuai rekam jejak yang dimiliki. Faktor kejujuran serta keberpihakan terhadap rakyat juga menjadi faktor penting dan hal yang diperhatikan.

“Saya melihat, isu Jawa dan non Jawa hanyalah strategi kampanye meraih suara. Hal ini sangat beralasan mengingat jumlah pemilih di Jawa sangat besar. Tetapi kalau isu ini menjadi basis persaingan, saya kira, sangat berbahaya,” ungkapnya.

Hal lain yang harus diperhatikan dalam memilih capres, masih kata Kohn, adalah sosok yang akan dipilih itu harus memiliki kemampuan manajerial yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan rakyat. Karena itu, aspek penting yang menjadi pekerjaan terberat capres adalah persoalan ekonomi.

“Terutama, kemampuannya mendatangkan investasi sebanyak mungkin ke Indonesia. Sebab, dengan peningkatan investasi maka tercipta lapangan kerja,” demikian John. [ysa]

http://www.rmol.co/read/2014/02/13/143747/Dikotomi-Capres-Jawa-dan-Non-Jawa-Memicu-Disintegrasi-Bangsa-

Comments are closed.