Terlalu Berat Kepedihan si Miskin di Negeri Ini


Terlalu Berat Kepedihan si Miskin di Negeri Ini

image.4

Wahai orang pembuat kemiskinan ini. Negeri ini bukan milikmu saja. Negeri ini juga milik kami. Kami rakyat ingin menikmati Kesejahteraan di negeri kaya raya ini.

Nenek Musliha (72), bergelut dengan kemiskinan. Saking miskinnya, dia rela bertempat tinggal di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cipinang Besar, Jakarta Timur, karena tak mampu membayar kontrakan Rp 300 ribu per bulan. Nenek yang hidup sendiri ini sudah akrab dengan kemiskinannya, tanpa ada yang berusaha untuk menghentikannya.

Sang nenek juga pemilik sah republik ini. Dia juga punya hak yang sama dengan orang-orang berduit, rampok-rampok berdasi untuk mendapatkan hidup layak di negeri ini. Dia juga ingin menikmati kesejahteraan seperti bunyi bait puisi yang dilansir aditya-hidayatullah.blogspot.com. Musliha memang tidak sendirian, puluhan juta anak bangsa ini bernasib sama dengannya.

Kakek Edi, warga Lampuing, misalnya, karena tak mampu membayar biaya rumah sakit, dia dilemparkan dari ambulans. Selang beberapa hari kemudian, dia meninggal. Lebih tragis lagi yang dialami Supriono, pemulung. Dia kehilangan seorang anaknya karena tak mampu mengobati penyakit muntaber sang anak. Bahkan, karena tak punya uang untuk sewa ambulance, mayat anaknya dia bawa pakai gerobak.

Terlalu banyak cerita sedih akibat kemiskinan di negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per September 2013 di Indonesia mencapai 28,55 juta orang, bertambah 480 ribu orang dibandingkan angka yang tercatat pada Maret 2013 yang berjumlah 28,07 juta orang atau 11,37 persen.

Soal penghasilan setiap warga juga masih sangat rendah. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, saat ini ada 30 juta penduduk Indonesia masih hidup dengan penghasilan di bawah US$ 1 atau sekitar Rp 12.000 per hari. Sedangkan 70 juta penduduk Indonesia saat ini masih hidup dengan penghasilan rata-rata US$ 2 atau hanya sekitar Rp 24.000 per hari.

Kemiskinan ini tidak bisa dibiarkan dan berlangsung lama ada di negeri subur ini. Saatnya kini kita menyatakan perang melawan kemiskinan agar negeri kaya raya ini bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Untuk mencapai itu, tentu perlu ada perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan yang baik. Tanpa itu semua hanya omong belaka. Menghilangkan kemiskinan boleh dikata mimpi atau hanya janji surga. Tapi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan.

Ada beberapa program yang perlu dilakukan agar kemiskinan di Indonesia bisa dikurangi. Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Kedua, lakukan reformasi tanah berupa pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh rakyat (sekitar 100 juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang pertanian. Ketiga, berikan kemudahan kepada petani untuk mengekspor produk mereka. Dominasi pengusaha besar harus dihilangkan dari sektor pertanian.

Selanjut yang kelima, stop eksploitasi/pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing. Kelola sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan alasan kita tidak mampu dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun 1900 hingga saat ini ketika minyak hampir habis kita masih ”transfer teknologi”. Banyak perusahaan asing beroperasi menguras kekayaan alam Indonesia. Terpenting adalah, pemerintah harus membuat program yang jelas, konsisten dan komitmen untuk memabasmi masalah kemiskinan.

Di sisi lain, semua masyarakat harus sadar akan tanggung jawabnya terhadap sebuah negara. Tanggung jawab ini tidak hanya menjaga nama baik sebuah negara, atau mematuhi hukum yang di tetapkan dalam negara, akan tetapi seperti masalah kemiskinan ini juga menjadi tanggung jawab oleh semua warga negara.
(***)

http://www.harianterbit.com/read/2014/04/21/1053/27/27/Terlalu-Berat-Kepedihan-si-Miskin-di-Negeri-Ini

Tinggalkan komentar