Ichlasul Amal: Gus Dur Membuat Jerat Sendiri


Ichlasul Amal: Gus Dur Membuat Jerat Sendiri
10-7-2001 / 13:04 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Kegagalan dialog pimpinan parpol dengan Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Bogor, Senin (9/7), membuktikan bahwa kepercayaan terhadap Gus Dur sudah hilang. Salah satu penyebabnya adalah manuver politik yang dilakukan Gus Dur dinilai tidak simpatik seperti mengganti orang (pejabat) seenaknya, sehingga pada akhirnya menjerat dirinya sendiri. “Kalau sejak memorandum I dijatuhkan, Gus Dur kemudian diam, pasti banyak orang yang masih bersimpati kepada dia. Sekarang situasinya sudah lain,” kata pengamat politik UGM Prof Dr Ichlasul Amal kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (9/7) siang.

Kegagalan dialog itu membuat posisi Gus Dur makin terpojok. Dengan demikian, kompromi politik yang diharapkan bisa menyelamatkan Gus Dur dari Sidang Istimewa MPR sudah hampir bisa dipastikan telah tertutup. Tidak adanya respons dari para pemimpin parpol atas undangan Gus Dur untuk berdialog di Istana Bogor, menurut Ichlasul, menunjukkan bahwa Sidang Istimewa sudah tidak bisa dicegah lagi. Yang perlu diantasipasi sejak sekarang adalah bagaimana meminimalisasi kemungkinan terjadinya konflik horisontal bila Gus Dur akhirnya jatuh melalui proses sidang itu.

Menurut Ichlasul Amal, konflik yang selama ini terjadi sebenarnya banyak direkayasa. “Sekarang ini, menurut saya, orang-orang yang akan direkayasa pun sudah mulai memperhitungkan risikonya. Apalagi kalau TNI dan Polri solid, maka rekayasa itu makin sulit terjadi. Dan saya pikir orang-orang NU pun sekarang sudah mulai menyadari posisi politik Gus Dur,” jelasnya.

Usulan sejumlah orang untuk mendudukkan Solahuddin Wahid sebagai Wapres bila Gus Dur jatuh untuk meredam kemarahan umat NU, dinilai Ichlasul tidak akan memecahkan persoalan. Menurut Ichlasul, bila Gus Dur benar-benar jatuh dalam SI MPR nanti kursi Wapres sebaiknya tetap dikosongkan. “Ini untuk menghindari kesan seolah-olah ada terget mendudukkan seseorang sebagai Wapres melalui kejatuhan Gus Dur,” jelasnya.

Kekosongan kursi Wapres itu tidak akan banyak mengganggu aktivitas pemerintahan. Bung Karno dan Pak Harto juga dalam waktu relatif lama tidak didampingi Wapres dalam menjalankan pemerintahannya. “Selama ini jabatan Wapres itu kan lebih banyak hanya menerima tamu. Menurut saya, yang penting adalah kabinet harus solid dan bisa bekerja optimal,” kata Ichlasul Amal.

Bagaimana bila Gus Dur tetap tidak mau mundur meski pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR? “Kalau pertanggungjawabannya ditolak MPR tetap juga tak mau mundur, ya kebangetan. Ini persoalan etika bernegara,” tegasnya. Ketika ditanya mengenai penilaian PKB bahwa SI MPR cacat hukum, Ichlasul menukas: “Penilaian seperti itu sudah tidak ada artinya lagi. Ingat, SI MPR itu proses politik. Yang menentukan adalah kekuatan politik itu sendiri. Kalau memang cacat hukum, kenapa tidak dikatakan sejak dulu?” (heru cn)

Tinggalkan komentar