Tanpa Gus Dur, PKB Tak Pernah Ada


Kamis, 31 Desember 2009 , 07:49:00
Tanpa Gus Dur, PKB Tak Pernah Ada

JAKARTA – Gus Dur adalah tokoh sentral, bahkan ruh bagi eksistensi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bersama tokoh–tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang lain, seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, A. Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi, Gus Dur mendeklarasikan PKB pada tanggal 23 Juli 1998. Dalam perjalanannya, PKB menjadi identik dengan Gus Dur dan begitu juga sebaliknya.

’’Tanpa Gus Dur tidak akan ada PKB dan tidak akan lahir politisi–politisi PKB. Bahkan, tidak akan ada anggota DPR, DPRD, Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota dari PKB. Semua harus berterimakasih kepada Gus Dur,’’ kata anggota DPR Effendi Choirie di Jakarta, kemarin (30/12).

Dia menuturkan nama PKB juga merupakan pilihan Gus Dur. Sebelumnya sempat muncul usul nama lain. Mulai Partai Nahdlatul Umat sampai Partai Kebangkitan Umat. Tapi, semua masukan itu ditolak Gus Dur. Meskipun meminta nama yang bernafaskan keagamaan, Gus Dur menginginkan partai baru ini dibungkus semangat kebangsaan.

’’Gus Dur lantas setuju nama PKB. Titik tekannya pada kata bangsa. Isi sebuah bangsa bisa macam–macam. Nah, Gus Dur ingin PKB menjadi perekat semua keragaman itu,’’ tutur Choirie.

Dia menambahkan, PKB memang berkomitment menjadi partai yang membawa misi keislaman inklusif, moderat, pluralis, menghargai perbedaan, dan menghormati HAM. Tapi, juga bersinergi dengan nilai –nilai kebangsaan dan sejarah bangsa.

Motto PKB ’’Membela yang Benar’’ juga disambut positif Gus Dur saat disodori Matori Abdul Djalil. Saat itu, Gus Dur menjadi Ketua Umum Dewan Syura, sedangkan Matori duduk sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB. ’’Kalau Gus Dur tidak setuju ya nggak jadi motto itu,’’ ungkap Choirie.

Bagi Gus Dur, ungkap dia, membela kebenaran merupakan esensi perjuangan yang paling utama. Semua kader PKB diharapkan berani mengatakan dan berbuat benar. Meskipun konsekuensinya harus kehilangan jabatan, uang, maupun pengaruh. ’’Bagi Gus Dur yang terpenting adalah membela kebenaran,’’ katanya.

Menurut Choirie, kepergian Gus Dur harus menjadi momentum bagi segenap kader PKB untuk merefleksikan diri, sekaligus melakukan rekonsiliasi. Seluruh anak muda NU, kata Choirie, harus terus membawa misi perjuangan Gus Dur.

’’Perbedaan yang sempat berkembang, sudahilah, kita harus menyatu dan kompak. Gus Dur sudah tidak ada secara fisik. Dalam suasana bergabung seperti ini jangan bicara posisi, rivalitas, atau siapa yang memimpin, semua harus disingkirkan,’’ tandasnya.

Ketua Umum DPP PKB yang juga keponakan Gus Dur Muhaimin Iskandar mengaku sangat berduka hingga kehabisan kata-kata. ’’Sebagai keluarga dan salah satu murid beliau, saya memang sangat kehilangan,’’ kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu.

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu mengaku beruntung, karena telah mendapat banyak ilmu dari Gus Dur semasa beliau masih aktif berpolitik. Menurut dia, bangsa ini telah kehilangan salah satu tokoh besar yang selalu ada untuk membela hak berbagai kelompok masyarakat.

Muhaimin mengaku sudah berkomunikasi dengan Gus Dur terakhir tiga hari lalu. Ketika itu, Cak Imin mengaku tidak punya firasat khusus. Setelah Gus Dur meninggal, dia berjanji akan meneruskan visi politik dan mimpi – mimpi Gus Dur yang belum terlaksana.

’’Termasuk melanjutkan amanat yang telah beliau sampaikan secara pribadi kepada saya,’’ tandasnya. (pri/zul/dyn/jpnn)

http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=48581

Tinggalkan komentar