Faisal Basri :Kenangan Singkat Bersama Gus Dur


Tokoh multidimensional yang sangat saya kagumi telah meninggalkan kita semua. Gus Dur wafat meninggalkan sejuta kenangan. Teringat betapa hangat sambutannya ketika saya menemuinya di “rumah transit” Jl. Irian. Saya yang bukan siapa-siapa dipersilakan masuk lebih dulu, sementara tamu-tamu yang jauh lebih penting sudah antre lebih awal. Bersama dua sahabat saya dipersilakan masuk ke kamar tidur tempat Gus Dur menerima tamu.

Kami berbincang tentang upaya-upaya memajukan perekonomian yang kala itu sedang tersengal-sengal keluar dari krisis. Kalau tak salah saya dua-tiga kali bertemu Gus Dur di Jl. Irian.

Sekali waktu, saya dminta menemuinya di Istana selepas subuh. Terrnyata di pagi buta istana sudah kebanjiran tamu, mulai menteri, anggota DPR, pegiat sosial, dan wartawan.

Saya diminta mengikutinya ke salah satu ruangan yang menyerupai ruang kerja. Di situ hanya kami berdua membicarakan upaya untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik.

Beberapa bulan kemudian, Presiden Abdurrahman Wahid mengumumkan pembentukan Tim Asistensi Ekonomi Presiden yang beranggotakan Widjojo Nitisastro, Alim Markus, Sri Mulyani Indrawati, dan saya sendiri. Presiden tak pernah menanyakan terlebih dahulu tentang gagasan tim ini ataupun kesediaan kami. Tapi kami semua menerima dengan tulus, walau tanpa surat keputusan dan gaji.

Sri Mulyani dan saya ditugaskan mengikuti sidang kabinet mingguan. Agar tak menimbulkan tanda tanya di kalangan angota kabinet, pada awalnya kami ditempatkan di ruang rekaman. Kami bisa menyaksikan dan mendengarkan jalannya sidang kabinet, namun keberadaan kami tak dapat dilihat dari luar. Beberapa menteri merasa kurang nyaman dengan keberadaan kami.

Ada kesan bahwa kami ditugaskan untuk ”mengawasi” para menteri ekonomi, sebagai kepanjangan tangan Presiden. Apalagi mengingat kami, khususnya Sri Mulyani dan saya, diberikan hak bersuara dan menyampaikan pendapat pada sidang kabinet terbatas yang diperluas setiap hari Kamis. Pada forum ini hadir wakil dari Dewan Ekonomi Nasional dan Dewan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin oleh Sofjan Wanandi. Kerap terjadi perdebatan tajam di antara peserta, terutama antara menteri-menteri ekonomi dengan yang bukan menteri. Di forum ini Presiden memperoleh second opinion.

Usia Tim Asistensi Ekonomi Presiden tak panjang, tak sampai satu tahun. Ketika Presiden mengumumkan perombakan kabinet, keberadaan tim ini pun lenyap.

Saya sempat diutus oleh Presiden ke Amerika Serikat menjajaki kemungkinan penyelesaian utang luar negeri selama 10 hari. Bersama Duta Besar RI di Washington, DC, Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, kami menyambangi tokoh-tokoh politik dan mantan Gubernur The Fed, investment banks, IMF, Bank Dunia, dan lembaga-lembaga rating. Sempat pula berdiskusi di Usindo bersama tokoh-tokoh AS yang memiliki kepedulian tinggi terhadap Indonesia.

Setelah Gus Dur disingkirkan, kami lebih kerap berjumpa. Ia tak kenal lelah menyampaikan gagasan bagi kemajuan demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Ia hampir selalu di jajaran terdepan kalau demokrasi dan pluralisme terancam. Sekali waktu, ia menghadiri diskusi sabtuan di Radio 68H dengan slang infus, keluar sejenak dari ruang perawatan di RSCM.

Kenangan yang juga tak terlupakan ialah ketika saya mendeklarasikan sebagai bakal calon gubenur Jakarta dari PDI Perjuangan di Gedung Proklamasi. Tak dinyana, Gus Dur hadir.

Teramat banyak masih kenangan indah bersamamu. Engkau guru bangsa.

Selamat jalan Gus Dur.

http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/31/kenangan-singkat-bersama-gus-dur/

Tinggalkan komentar